Search This Blog

Saturday, May 14, 2011

HAKEKAT PROFESIONALISME GURU


HAKEKAT
PROFESIONALISME GURU
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Profesi Keguruan







Dosen : Drs. H. Arief Ichwani AS.
Asisten : Nana Suryana, S.Ag. M.Pd.


Oleh :
ETI KUSTIAH

FAKULTAS TARBIYAH JURUSAN PGMI
INSTITUT AGAMA ISLAM LATIFAH MUBAROKIYAH
PONDOK PESANTREN SURYALAYA
TASIKMALAYA
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam dunia pendidikan, peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses belajar mengajar, baik di jalur pendidikan formal maupun informal. Oleh sebab itu, dalam setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan di tanah air, tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri.
Filsofis sosial budaya dalam  pendidikan di Indonesia, telah menempatkan fungsi dan peran guru sedemikian rupa sehingga para guru di Indonesia tidak jarang telah di posisikan mempunyai peran ganda bahkan multi fungsi. Mereka dituntut tidak hanya sebagai pendidik yang harus mampu mentransformasikan knowledge, values, dan skill, tetapi sekaligus sebagai penjaga moral bagi anak didik. Bahkan tidak jarang, para guru dianggap sebagai orang kedua, setelah orang tua anak didik dalam proses pendidikan secara global.
Dalam era reformasi pendidikan, dimana salah satunya isu utamanya adalah peningkatan profesionalisme guru, hal itu merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi dalam mencapai pendidikan yang lebih berkualitas.
Selain itu, pendidikan sebagai sebuah proses selalu berdampak pada sebuah upaya untuk senantiasa memperbaiki agar hasil tersebut menjadi baik.
Untuk memperbaiki hasil pendidikan kita, tentu kita perlu tahu tentang kondisi pendidikan kita. Kita sadari bahwa profesionalisme guru merupakan sebuah kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi, seiring dengan semakin meningkatnya persaingan yang semakin ketat dalam era globalisasi seperti sekarang ini. Diperlukan orang-orang yang memang benar benar-benar ahli dibidangnya, sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya agar setiap orang dapat berperan secara maksimal, termasuk guru sebagai sebuah profesi yang menuntut kecakapan dan keahlian tersendiri.
Profesionalisme tidak hanya karena faktor tuntutan dari perkembangan jaman, tetapi pada dasarnya juga merupakan suatu keharusan bagi setiap individu dalam kerangka perbaikan kualitas hidup manusia. Profesionalisme menuntut keseriusan dan kompetensi yang memadai, sehingga seseorang dianggap layak untuk melaksanakan sebuah tugas.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka pada makalah ini diberi judul “Hakekat Profesionalisme Guru”. Adapun  penyusunan makalah ini sesuai dengan tugas yang diberikan oleh Dosen pada Mata Kuliah Profesi Keguruan di IAILM Pondok Pesantren Suryalaya-Tasikmalaya Fakultas Tarbiyah Jurusan PGMI.











BAB II
PEMBAHASAN

A.    HAKEKAT GURU
(UU Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 bab II)
Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal. Lebih lanjut di tandaskan bahwa guru sebagai tenaga profesional mempunyai peran sebagai agen pembelajaran yang berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Adapun tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Pada tataran mikro proses pembelajaran menjadi faktor kunci untuk Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut di atas, dengan demikian peran guru menjadi utama dalam layanan proses pembelajaran.
Guru di tuntut untuk kreatif menciptakan layanan pembelajaran yang inovatif, berpusat pada siswa dan dilandasi nilai-nilai Islam. Nilai-nilai Islami harus menjadi “ruh” dan pendukung kekuatan (suport power) bagi guru untuk lebih memerankan kedudukan dan fungsi frofesionalnya meningkatkan layanan pendidikan yang bekualitas, terjangkau dan berkeadilan.
Profesionalisme menjadi tuntutan dari setiap pekerjaan. Apalagi profesi guru yang sehari-hari menangani benda hidup yang berupa anak-anak atau siswa dengan berbagai karakteristik yang masing-masing tidak sama. Pekerjaaan sebagai guru menjadi lebih berat tatkala menyangkut peningkatan kemampuan anak didiknya, sedangkan kemampuan dirinya mengalami stagnasi.
Dewasa ini banyak guru, dengan berbagai alasan dan latar belakangnya menjadi sangat sibuk sehingga tidak jarang yang mengingat terhadap tujuan pendidikan yang menjadi kewajiban dan tugas pokok mereka. Seringkali kesejahteraan yang kurang atau gaji yang rendah menjadi alasan bagi sebagian guru untuk menyepelekan tugas utama yaitu mengajar sekaligus mendidik siswa.
Penataran dan pelatihan mutlak diperlukan demi meningkatkan pengetahuan, wawasan dan kompetensi guru. Kegiatan ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit, tetapi hasilnya juga akan seimbang jika dilaksanakan secara baik. Jika kegiatan penataran, pelatihan dan pembekalan tidak dilakuakan, guru tidak akan mampu mengembangkan diri, tidak kreatif dan cenderung apa adanya. Kecenderungan ini ditambah dengan tidak adanya rangsangan dari pemerintah atau pejabat terkait terhadap profesi guru. Rangsangan itu dapat berupa penghargaan terhadap guru-guru yang berprestasi atau guru yang inovatif dalam proses belajar mengajar.
Guru harus diberi keleluasaan dalam menetapkan dengan tepat apa yang digagas, dipikirkan, dipertimbangkan, direncanakan dan dilaksanakan dalam pengajaran sehari-hari, karena di tangan gurulah keberhasilan belajar siswa ditentukan, tidak oleh Bupati, Gubernur, Walikota, Pengawas, Kepala Sekolah bahkan Presiden sekalipun.
Mutlak dilakukan ketika awal menjadi guru adalah memahami tujuan umum pendidikan, mamahami karakter siswa dengan berbagai perbedaan yang melatar belakanginya. Sangatlah penting untuk memahami bahwa siswa balajar dalam berbagai cara yang berbeda, beberapa siswa merespon pelajaran dalam bentuk logis, beberapa lagi belajar dengan melalui pemecahan masalah (problem solving), beberapa senang belajar sendiri daripada berkelompok.

B.     PERANAN KOMPETENSI GURU
Salah satu permasalahan yang menimpa dunia pendidikan adalah kompetensi guru. Guru yang harusnya memiliki kompetensi sesuai ketentuan dan kebutuhan, nyatanya hanya sedikit yang masuk kategori tersebut. Sisanya sungguh memprihatinkan. Program sertifikas guru yang sekarang sedang digalakkan adalah salah satu bagian dari usaha pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Program sertifikasi guru merupakan program yang menyentuh langsung kompetensi guru. Salah satu kriterianya yaitu menilai kemampuan guru dari segi kreatifitas dan inovasi dalam pembelajaran. Diharapkan guru dapat melakukan pembelajaran yang dapat menghantarkan siswa ke arah sikap kreatif dan inovatif serta terampil. Kondisi tersebut harus dimulai dari gurunya sendiri.
Sebagai contoh derasnya informasi serta cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memunculkan pertanyaan terhadap tugas utama guru yang disebut “mengajar”. Permasalahan lain akibat derasnya informasi dan munculnya teknologi baru adalah kesiapan guru untuk mengikuti perkembangan tersebut. Seorang guru dituntut harus serba tahu bila tidak tahu guru harus berkata jujur “Saya tidak tahu”. Namun kalau terlalu sering guru berkata demikian alangkah naifnya guru tersebut. Seyogyanya dia terus mencari tahu, belajar terus sepanjang hayat, memanfaatkan teknologi yang ada.
Di masyarakat, seorang guru diamati dan dinilai masyarakat, di sekolah dinilai oleh murid dan teman sejawatnya serta atasannya. Dalam proses pembelajaran, guru dituntut untuk dapat membentuk kompetensi dan kualitas pribadi anak didiknya.
Para pakar pendidikan di Barat telah melakukan penelitian tentang peran guru yang harus dilakoni. Peran guru yang beragam telah diidentifikasi dan dikaji oleh Pullias dan Young (1988), Manan (1990) serta Yelon dan Weinstein (1997). Adapun peran-peran tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Guru Sebagai Pendidik
2.      Guru sebagai Pengajar
3.      Guru sebagai Pembimbing
4.      Guru sebagai Pelatih
5.      Guru sebagai Penasehat
6.      Guru sebagai Pembaharu (Inovator)
7.      Guru sebagai Model dan Teladan
8.      Guru sebagai Pribadi
9.      Guru sebagai Peneliti
10.  Guru sebagai Pendorong Kreatifitas
11.  Guru sebagai Pembangkit Pandangan
12.  Guru sebagai Pekerja Rutin
13.  Guru sebagai Pemindah Kemah
14.  Guru sebagai Pembawa Cerita
15.  Guru sebagai Aktor
16.  Guru sebagai Emansipator
17.  Guru sebagai Evaluator
18.  Guru sebagai Pengawet
19.  Guru sebagai Kulminator
C.    SYARAT-SYARAT GURU PROFESIONAL
Soejono (1982; 63-65) menyatakan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang guru antara lain yaitu :
1.      Tentang umur, harus sudah dewasa. Karena tugas mendidik adalah tugas yang amat penting karena menyangkut perkembangan seseorang atau menyangkut nasib seseorang. Oleh karena itu tugas tersebut harus dilakukan secara bertanggung jawab, dan itu hanya dapat dilakukan oleh orang yang telah dewasa. Dalam dunia pendidikan orang sudah dianggap dewasa dalam hal umurnya ketika berumur 21 bagi laki-laki dan 18 bagi perempuan.
2.      Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani, Sebab jasmani yang tidak sehat akan menghambat pelaksanaan pendidikan, bahkan dapat membahayakan anak didik bila mempunyai penyakit menular. Dari segi rohani, orang gila misalnya, akan sangat berbahaya bila ia mendidik. Orang idiot tidak mungkin mendidik karena ia tidak akan mampu bertanggung jawab.
3.      Tentang kemampuan mengajar, ia harus ahli. Seorang pengajar harus mempelajari dan mengetahui teori-teori ilmu pendidikan, teknik dan metode pengajaran, dan sebgainya.
4.      Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi, syarat ini penting untuk dimiliki untuk melaksanakan tugas-tugas mendidik, karena bagaimana guru akan memberikan contoh misalnya, jika ia sendiri tidak baik perangainya. Dedikasi juga diperlukan dalam rangka meningkatkan mutu mengajar.
Sementara itu Munir Mursi (1977:97) menambahkan syarat-syarat bagi guru dalam konteks pendidikan Islam yaitu syarat keagamaan, seorang guru harus berkepribadian Muslim.
Selanjutnya Cece Wijaya (1994: 24) menyebutkan bahwa untuk mendukung terlaksanakannya tugas dan tanggung jawab sebagai guru, maka dituntut untuk memiliki beberapa kemampuan dasar yaitu :
1.      Kemampuan dalam bidang kognitif, artinya kemampuan intelektual, seperti penguasaan pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan mengenai belajar dan tingkah laku individu, pengetahuan tentang administrasi kelas, pengetahuan tentang cara menilai cara belajar siswa, dan pengetahuan tentang kemasyarakatan dan pengetahuan umum.
2.      Kemampuan dalam bidang sikap, artinya kesiapan dan kesediaan terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan tugas dan profesinya.
3.      Kemampuan Prilaku (performance), artinya kemampuan guru dalam berbagai ketrampilan dan berprilaku, yaitu ketrampilan mengajar, membina, membimbing, menilai, menggunakan alat bantu pengajaran berkomunikasi dengan siswa, ketrampilan menyusun rencana pengajaran, dan ketrampilan melaksanakan administrasi kelas
Disamping kemampuan di atas, Menurut Zakiyah Darajat (1980 : 22-23) seorang pendidik juga dituntut untuk mempunyai seperangkat prinsip-prinsip keguruan. Prinsip-prinsip keguruan itu berupa antara lain;
1.      Kegairahan dan kesediaan untuk mengajar seperti kesediaan memperhatikan; kemampuan, pertumbuhan dan perbedaan anak didik.
2.      Membangkitkan gairah anak didik.
3.      Menumbuhkan sikap dan bakat anak didik yang baik.
4.      Mengatur proses belajar mengajar yang baik.
5.      Memperhatikan perubahan-perubahan kecenderungan yang mempengaruhi proses mengajar.
D.    KODE ETIK YANG HARUS DIMILIKI OLEH GURU
Kode etik pendidik adalah norma-norma yang mengatur hubungan kemanusiaan (relationships) antara pendidik dan anak didik, orang tua anak didik, koleganya, serta dengan atasannya.
Suatu jabatan yang melayani orang lain selalu memerlukan kode etik, demikian juga jabatan pendidik mempunyai kode etik tertentu yang harus dikenal dan dilaksanakan oleh setiap pendidik. Bentuk kode etik setiap lembaga pendidik tidak harus sama tetapi secara instrinsik mempunyai kesamaan isi yang berlaku umum. Pelanggaran terhadap kode etik akan mengurangi nilai dan kewibawaan identitas pendidik. ( Westy Soemanto; 1982: 147).
Al Ghazali (Muh Nawawy, al-Ma’arif: 88) merumuskan kode etik seorang pendidik dengan 17 bagian yaitu :
1.      Menerima segala probel anak didik dengan sikap yang terbuka dan tabah.
2.      Bersikap penyantun dan penyayang.
3.      Menjaga kewibawaan dan kehormatan dalam bertindak.
4.      Menghindari dan menghilangkan sikap angkuh terhadap sesama.
5.      Bersifat merendah ketika menyatu dengan masyarakat.
6.      Menghilangkan sikap dan aktifitas yang tidak berguna dan sia-sia.
7.      Bersifat lemah lembut dalam mengahadapi anak didik yang rendah tingkat.
8.      Meninggal kan sifat marah.
9.      Memperbaikai sikap anak didiknya, dan bersikap lemah lembut terhadap anak didik yang belum mengerti atau mengetahui
10.  meninggalkan sikap yang menakutkan kepada anak didik yang belum mengerti atau mengetahui.
11.  Berusaha memperhatikan pertanyaan-pertanyaan anak didik walaupun pertanyaannya itu tidak bermutu.
12.  Menerima kebenaran dari anak didik yang membantahnya.
13.  Menjadikan kebenaran sebagai acuan proses pendidikan walaupun kebenaran itu datangnya dari anak didik.
14.  mencegah anak didik mempelajari ilmu yang membahayakan.
15.  Menanamkan sifat ikhlas pada anak didik serta terus-menerus mencari informasi gua disampaikan kepada anak didiknya yang akhirnya mencapai tingkat taqarrub kepada Allah.
16.  Mencegah anak didik mempelajari ilmu fardhu kifayah sebelum mempelajari ilmu fardhu ‘ain.
17.  Mengaktualisasikan informasi yang akan diajarkan pada anak didik.
Kegiatan belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti motivasi, kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan verbal, tingkat kebebasan, rasa aman dan keterampilan guru dalam berkomunikasi. Jika factor-faktor di atas dipenuhi, maka melalui pembelajaran peserta didik dapat belajar dengan baik. Guru harus berusaha membuat sesuatu menjadi jelas bagi peserta didik dan terampil dalam memecahkan masalah.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam pembelajaran, yaitu : Membuat ilustrasi, Mendefinisikan, Menganalisis, Mensintesis, Bertanya, Merespon, Mendengarkan, Menciptakan kepercayaan, Memberikan pandangan yang bervariasi, Menyediakan media untuk mengkaji materi standar, Menyesuaikan metode pembelajaran, Memberikan nada perasaan.


BAB III
KESIMPULAN

(UU Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 bab II) : Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal. Lebih lanjut di tandaskan bahwa guru sebagai tenaga profesional mempunyai peran sebagai agen pembelajaran yang berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Profesionalisme tidak hanya karena faktor tuntutan dari perkembangan jaman, tetapi pada dasarnya juga merupakan suatu keharusan bagi setiap individu dalam kerangka perbaikan kualitas hidup manusia. Profesionalisme menuntut keseriusan dan kompetensi yang memadai, sehingga seseorang dianggap layak untuk melaksanakan sebuah tugas.
Program sertifikasi guru merupakan program yang menyentuh langsung kompetensi guru. Salah satu kriterianya yaitu menilai kemampuan guru dari segi kreatifitas dan inovasi dalam pembelajaran. Diharapkan guru dapat melakukan pembelajaran yang dapat menghantarkan siswa ke arah sikap kreatif dan inovatif serta terampil. Kondisi tersebut harus dimulai dari gurunya sendiri.
Kegiatan belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti motivasi, kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan verbal, tingkat kebebasan, rasa aman dan keterampilan guru dalam berkomunikasi. Jika factor-faktor di atas dipenuhi, maka melalui pembelajaran peserta didik dapat belajar dengan baik. Guru harus berusaha membuat sesuatu menjadi jelas bagi peserta didik dan terampil dalam memecahkan masalah.

DAFTAR PUSTAKA

Surya, Mohamad. 2002. Peran Organisasi Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Seminar Lokakarya Internasional. Semarang : IKIP PGRI.

Sucipto. 2003. Profesionalisasi Guru Secara Internal, Akuntabiliras Profesi. Makalah Seminar Nasional. Semarang: Universitas Negeri Semarang.


















DAFTAR ISI


Hal
KATA PENGANTAR  ………………………………………………..………
i
DAFTAR ISI  ……………………………………………………………..…...
ii
BAB I
:
PENDAHULUAN  …………………………………………..….
1
BAB II
:
PEMBAHASAN  …………………………………….…………
3


A.    Hakekat Guru  ………………………………………..……….
B.     Peranan Kompetensi Guru   …………………………………..
C.     Syarat-syarat Guru Profesional  ………………………………
D.    Kode Etik Yang Harus Dimiliki Oleh Guru  …………………
3
5
7
9
BAB III
:
KESIMPULAN  ………………………………………………...
11


DAFTAR PUSTAKA














KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, akhirnya Penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Hakekat Profesionalisme Guru”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Profesi Keguruan pada Fakultas Tarbiyah Jurusan PGMI di IAILM Pondok Pesantren Suryalaya-Tasikmalaya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan masih terdapat kekurangan yang dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang kami miliki.
Dengan demikian, kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak untuk perbaikan dimasa yang akan datang.
Dengan segala penghargaan dan do’a, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penyusun khususnya juga pembaca pada umumnya.


Suryalaya,   Desember 2009

Penulis,


1 comment: